PEMANFAATAN RUANG GURU DALAM KEGIATAN PTS UNTUK MEMFASILITASI LITERASI DIGITAL PESERTA DIDIK
Sri Maryati
SMPN 1 Sukaresmi
Perkembangan teknologi informasi telah
menciptakan sebuah “ruang baru” yang bersifat artifisial dan maya, yang disebut
cyberspace (Piliang, 2012). Perkembangannya yang sangat pesat mampu
memberikan pengaruh besar dan mendominasi seluruh sektor kehidupan masyarakat,
termasuk di dunia Pendidikan (Setyaningsih,
R., dkk, 2019). Dalam dunia pendidikan, khususnya pada pendidikan dasar
dan menengah, memiliki konsekuensi berupa desain pembelajaran dengan
memanfaatkan media digital sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan
dan literasi digital peserta didik.
Rekomendasi dari penelitian yang dilakukan
oleh Kurnia, N., & Astuti, S.
I. (2017) bahwa perlunya lebih banyak pelaku kegiatan yang bukan berasal
dari perguruan tinggi, pentingnya mengeksplorasi ragam literasi digital yang
bersifat kreatif dan ‘empowerment’, perlunya memperluas target sasaran
literasi digital supaya tidak hanya tertuju pada kaum muda saja, dan pentingnya
kemitraan dengan berbagai pihak diperluas dan diperkuat, khususnya dengan
pemerintah, media dan korporasi.
Berdasarkan fenomena dan rekomendasi
tersebut, sebagai seorang pendidik, saya memutuskan untuk mengeksplorasi ragam
literasi digital dan bersifat kreatif dan ‘empowerment’ dengan memperluas
dan memperkuat kemitraan dengan berbagai pihak melalui kegiatan “Pemanfaatan Ruang Guru dalam
Kegiatan Penilaian Tengah Semester (PTS) untuk Memfasilitasi Literasi Digital Peserta Didik”.
Adapun yang menjadi paradigma dan prinsip
yang menjadi pertimbangan pengambilan keputusan tersebut yaitu:
- Paradigma
yang digunakan yaitu jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long
term), karena saya perlu untuk memilih antara yang kelihatannya terbaik
untuk saat ini dan yang terbaik untuk masa yang akan datang bagi guru dan siswa
terutama mengenai perkembangan teknologi informasi.
- Prinsip yang mendasari pilihan pengambilan
keputusan yaitu berpikir
berbasis hasil akhir (Ends-Based Thinking), karena keputusan tersebut
diambil dengan pertimbangan di masa depan guru dan siswa harus literat
teknologi.
Dalam ekosistem sekolah, faktor-faktor
biotik akan saling memengaruhi dan membutuhkan keterlibatan aktif satu sama
lainnya. Pendekatan berbasis aset (Asset-Based Thinking) adalah sebuah konsep
yang dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni
kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri. Pendekatan ini merupakan
cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam kehidupan,
dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak untuk
memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang
menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif. Asset-Based Community
Development (ABCD) dibangun dari
kemampuan, pengalaman, pengetahuan, dan hasrat yang dimiliki oleh anggota
komunitas, kekuatan perkumpulan lokal, dan dukungan positif dari lembaga lokal
untuk menciptakan kehidupan komunitas yang berkelanjutan (Kretzman, 2010).
Dalam menyusun sebuah program saya
bertolak dari misi sekolah sebagai tujuan suatu program. Misi yang saya angkat
pada program kali ini yaitu melaksanakan pembelajaran
(termasuk penilaian) yang efektif dan menyenangkan, serta mengembangkan bidang
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berdasarkan minat, bakat, dan potensi peserta
didik. Selanjutnya saya melakukan identifikasi aset utama yang dimiliki
sekolah yaitu modal manusia (kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, siswa
dan orang tua), modal sosial (MGMP rumpun dan ruang guru) dan modal fisik
(ruang kelas dan internet). Berdasarkan
misi dan modal tersebut, saya memilih untuk memanfaatkan ruang guru dalam kegiatan PTS untuk memfasilitasi literasi digital
peserta didik.
Hal pertama yang dilakukan setelah memutuskan
program “Pemanfaatan Ruang Guru dalam Kegiatan PTS untuk Memfasilitasi Literasi Digital
Peserta Didik” adalah memperdalam penguasaan teknik menyusun soal di
aplikasi ruang kelas dari ruang guru. Kemudian mengkomunikasikan mengenai
pentingnya berinovasi dalam kegiatan PTS kepada rekan di sekolah salah satunya
melalui memanfaatkan ruang guru. Langkah selanjutnya yaitu menyusun kisi-kisi dan soal PTS di ruang kelas ruang guru, mendaftar
dan mengikuti ruang guru festival dan melaksanakan kegiatan PTS. Setelah itu, mempelajari
analisis hasil PTS peserta didik di ruang kelas ruang guru, mengevaluasi
kegiatan PTS dan pengambilan
kesimpulan dari hasil pelaksanaan PTS, serta menyusunan rencana tindak lanjut.
Pelaksanaan kegiatan PTS di ruang guru berjalan
dengan lancar. Sebagian besar siswa melaksanakan PTS dengan lancar dan sangat
antusias. Mereka berpendapat bahwa ada beberapa kelebihan Ketika melaksanakan
PTS di ruang guru, diantaranya:
a. Hasil PTS
bisa diketahui secara langsung setelah selesai ujian.
b. Terdapat
pembahasan soal segera setelah PTS dilaksanakan.
c. PTS
dapat dilaksanakan kapan saja dan dimana saja.
d. Terdapat
menu daftar hadir yang disertai foto saat pelasanaan PTS.
e. PTS
jadi asyik dan menyenangkan.
Kegiatan pemfaatan ruang guru dalam
pelaksanaan PTS ini dapat memfasilitasi literasi digital peserta didik.
Literasi digital merupakan pengetahuan dan juga emosi dalam menggunakan media
dan perangkat digital termasuk internet (Buckingham 2006). Konsep lain yang
juga terkait dengan literasi digital adalah literasi informasi yang membekali
khalayak dengan kemampuan untuk mencerna, memahami, menyeleksi, dan mendapatkan
kembali (to retrieve) informasi di tengah banjir informasi yang terjadi. Dalam kegiatan ini saya sependapat dengan Kurnia, N., & Astuti, S. I. (2017) yang memaknai literasi
digital sebagai sebuah konsep yang mengarah pada mediasi antara teknologi
dengan khalayak atau user untuk mempraktikkan teknologi digital secara
produktif, yaitu salah satunya melalui pemanfaatan media digital ruang guru
dalam pelaksanaan PTS.
Pelaksanaan PTS berjalan dengan lancar salah
satunya dipengaruhi oleh pelibatan orang tua dalam mengawasi pelaksanaan PTS
terutama yang melaksanakan di rumah. Hal tersebut sesuai
dengan hasil penelitian Kurnia, N., & Astuti, S. I. (2017) bahwa
literasi digital harus diberikan dalam level keluarga, sekolah, dan negara.
Tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi
digital terus merangsek kehidupan keluarga saat ini tanpa terbendung. Baik
orang tua maupun anak-anak menjadi pengguna media digital dalam berbagai
bentuk, seperti komputer, telepon pintar, piranti permainan/game maupun
internet (Fatmawati, N. I., 2019).
Maka orang tua perlu mengembangkan cara baru mendidik anak di era digital
(Wicaksono, dkk. 2019).
Anak-anak generasi z dan generasi alpha
sebagaimana generasi sebelumnya membutuhkan bimbingan dan arahan dari orang tua
untuk menggunakan media digital dengan bijaksana. Maka orang tua perlu memahami
nilai utama dunia digital yang menyetir kehidupan kita saat ini. Ada tiga nilai
penting: kreatiftas, kolaborasi dan berpikir kritis (Kurnia dan Engelbertus
Wendratama, 2017). Pelibatan orang tua selain pada tahap pengawasan peserta didik
selama PTS, mereka juga dilibatkan dalam evaluasi kegiatan melalui wawancara
setelah selesai kegiatan PTS.
Dalam melaksanakan program ini, saya juga
melibatkan komunitas di sekolah untuk berbagi mengenai pentingnya berinovasi
dalam melakukan kegiatan asesmen, salah satunya kegiatan PTS. Inovasi tersebut
diantaranya melalui penggunaan media digital “Ruang Guru” dalam pelaksanaan PTS
yang menyenangkan. Beberapa rekan tertarik untuk bergabung di organisasi ruang
kelas dari ruang guru dan melakukan terobosan yang sama yaitu melaksanakan PTS
di ruang guru. Pencapaian ini sejalan dengan temuan Kurnia, N., & Astuti, S. I. (2017), bahwa perlunya memperluas
target sasaran literasi digital supaya tidak hanya tertuju pada kaum muda saja,
dan pentingnya kemitraan dengan berbagai pihak diperluas dan diperkuat,
khususnya dengan pemerintah, media dan korporasi. Dalam hal ini, saya
memperluas dan memperkuat kemitraan dengan salah media digital yaitu ruang
guru.
Organisasi SMPN 1 Sukaresmi di ruang guru Anggota organisasi SMPN 1 Sukaresmi
|
|
|
|
|
|
Saya merasa senang dan antusias dalam
melaksanakan setiap tahapan dari program ini. Antusiasme saya semakin bertambah
ketika melihat partisipasi peserta didik yang tinggi dalam mengikuti PTS di
ruang guru tersebut. Ketika mereka memberi testimoni bahwa PTS di ruang guru
sangat menyenangkan dan testimoni-testimoni positif lainnya dari mereka,
menambah motivasi saya untuk terus berinovasi dalam program yang berpihak pada
murid, dimana mereka terlibat baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi suatu program. Walaupun pada program ini, keterlibatan mereka masih
dominan dalam tahap pelaksanaan. Mereka hanya dilibatkan dalam tahap
perencanaan melalui pengisian kuisioner dan wawancara mengenai penilaian
seperti apa yang mereka inginkan. Di tahap evaluasi, peserta didik dilibatkan
melalui obervasi dan wawancara mengenai monitoring dan evaluasi, baik pada saat
proses berlangsung, maupun setelah kegiatan dilaksanakan. Kedepannya
keterlibatan mereka ingin saya tingkatkan di ketiga tahapan tersebut.
Walaupun pelaksanaan PTS di ruang guru
secara garis besar berjalan lancar. Akan tetapi, masih ada beberapa hal yang
belum berhasil, berikut beberapa pembelajaran yang didapat baik dari
keberhasilan maupun dari kegagalan dan rencana perbaikan di masa yang akan
datang.
- Sebagian besar peserta didik dapat
melaksanakan kegiatan PTS di ruang guru dengan lancar. Hal tersebut perlu
dipertahankan dan bahkan ditingkatkan lagi pada pelaksanaan yang akan datang.
- Literasi digital yang ingin difasilitasi
dalam program ini masih bersifat umum, belum spesifik. Kedepannya ingin
ditindaklanjuti dengan penjabaran kompetensi literasi digital, sehingga program
dan hasilnya lebih terarah.
- Sebagian kecil peserta didik sudah
mendaftar dan mengikuti ruang guru festival. Hal tersebut terjadi karena
kurangnya penjelasan kepada anak mengenai keuntungan mengikuti kegiatan
tersebut. Kedepannya saya ingin meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam
berbagai kompetisi, baik lokal maupun regional dan nasional.
- Sebagian kecil peserta didik masih
terkendala melaksanakan PTS di ruang guru, karena beberapa alasan, yaitu tidak
mempunyai kuota internet dan tidak memiliki handphone. Hal ini dapat
diatasi dengan memfasilitasi peserta didik yang tidak memiliki kuota internet
dengan memanfaatkan jaringan wifi sekolah. Sedangkan bagi yang terkendala
karena tidak memiliki handphone, maka mereka difasilitasi dengan
menggunakan komputer sekolah.
- Sebagian kecil siswa menemui kendala dalam
daftar di aplikasi ruang guru dan terkendala dalam melakukan PTS di ruang guru.
Hal tersebut diantisipasi dengan membuat video tutorial bagaimana pelaksanaan
PTS di ruang guru dan mendampingi mereka ketika PTS di sekolah serta melayani
keluhan mereka melalui pesan whatsapp untuk peserta didik yang melaksanakan PTS
di rumah.
- Belum banyak rekan guru yang mau bergabung
di Organisasi ruang kelas dari ruang guru. Mereka belum mau membuka mindset
mereka mengenai pelaksanaan asesmen, termasuk kegiatan PTS. Solusinya yaitu
jangan bosan untuk terus mengajak dan membagikan praktik baik yang dilakukan
kepada mereka.
- Partisipasi orang tua dalam monitoring dan
evaluasi kegiatan belum optimal. Masih banyak dari mereka yang tidak
berkomentar ketika informasi mengenai kegiatan PTS dibagikan di grup mata
pelajaran. Kedepannya partisipasi orang tua akan lebih ditingkatkan, terutama
dalam ketiga tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Daftar Pustaka
Buckingham,
David. (2006). “Defining Digital Literacy: What do young people need to know
about digital media?”. Digital Kompetanse.” 4-2006. 1. 263- 276.
Cramer, K. D., & Wasiak, H. (2006). Change
the way you see everything through asset-based thinking. Running Press
Adult.
Fatmawati, N. I. (2019). Literasi digital,
mendidik anak di era digital bagi orang tua milenial. Madani Jurnal
Politik Dan Sosial Kemasyarakatan, 11(2), 119-138.
Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan (2020). Paket Modul 3 Pemimpin Pembelajaran dalam
Pengembangan Sekolah. Jakarta: Kemdikbud.
Kretzmann, J., & McKnight, J. P. (1996).
Assets-based community development. National civic review, 85(4),
23-30.
Kurnia, N., & Astuti, S. I. (2017). Peta
gerakan literasi digital di Indonesia: studi tentang pelaku, ragam kegiatan,
kelompok sasaran dan mitra. Informasi, 47(2), 149-166.
Nurjanah, E., Rusmana, A., & Yanto, A.
(2017). Hubungan literasi digital dengan kualitas penggunaan e-resources. Lentera
Pustaka: Jurnal Kajian Ilmu Perpustakaan, Informasi Dan Kearsipan, 3(2),
117-140.
Piliang,
Y. A. (2012). Mayarakat Informasi dan Digital: Teknologi Informasi dan
Perubahan Sosial. Jurnal Sosioteknologi, 27(11), 143–156.
Setyaningsih, R.,
Abdullah, A., Prihantoro, E., & Hustinawaty, H. (2019). Model penguatan literasi digital melalui
pemanfaatan e-learning. Jurnal Aspikom, 3(6),
1200-1214.
Wicaksono,
dkk. 2019. Demokrasi Damai Era Digital. Jakarta : Siberkreasi.
Dokumentasi Kegiatan
Penyusunan soal di ruang kelas pada ruang guru |
| Pelaksanaan PTS di ruang guru |
| Analisis Nilai langsung dapat dilihat |

0 komentar