KESIMPULAN DAN REFLEKSI PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA
Proses pembelajaran yang saya lakukan selama ini masih didominasi oleh guru sehingga belum memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dan proses berpikir. Cara mengajar yang saya lakukan lebih banyak hanya satu arah (teacher centered) menyebabkan penumpukan informasi atau konsep saja yang kurang bermanfaat bagi siswa. Hal tersebut selaras dengan hasil penelitian U. Setyorini, dkk, (2011) bahwa guru selalu menuntut siswa untuk belajar, tetapi tidak mengajarkan bagaimana siswa seharusnya belajar dan menyelesaikan masalah.
Pada hakikatnya
IPA sebagai kumpulan pengetahuan dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum,
teori, dan model yang
biasa disebut produk selain itu yang paling penting dalam IPA adalah
proses dalam pembelajaran. Selain memberikan bekal ilmu kepada siswa, mata
pelajaran IPA
merupakan wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah
dalam kehidupan
sehari-hari (U. Setyorini, dkk, 2011). Pada kenyataannya
secara umum guru sains, termasuk saya sendiri cenderung sering menggunakan
metode ceramah. Guru sains cenderung menggunakan metode
tersebut disebabkan
keterbatasan waktu, mengejar materi dan sarana prasarana yang kurang memadai.
Pembelajaran yang
kurang melibatkan siswa secara aktif menyebabkan kurang seimbangnya kemampuan
kognitif, afektif
dan psikomotorik siswa. Sebagian besar dari siswa juga tidak mampu memghubungkan
antara apa
yang dipelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan
dimanfaatkan atau dipergunakan (U. Setyorini, dkk, 2011). Tentu
saja hal tersebut
cenderung membuat siswa terbiasa menggunakan sebagian kecil saja dari
potensi atau kemampuan
pikirnya dan menjadikan siswa malas untuk berpikir serta
terbiasa malas berpikir mandiri.
Salah satu tokoh perjuangan Pendidikan Indonesia
adalah Suwardi Suryaningrat atau yang lebih kita kenal sebagai Ki Hadjar
Dewantara (KHD. Beliau adalah
aktivis pergerakan kemerdekaan
Indonesia, kolumnis, politisi, dan pioner pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan
Belanda melalui pendirian Perguruan Taman Siswa. KHD dikukuhkan sebagai pahlawan nasional
yang ke-2 oleh Presiden RI, Sukarno dan tanggal
kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan
Nasional.
Pemikiran besar yang dilahirkan dari buah karya Ki Hajar
Dewantara sangat melegenda di benak masyarakat Indonesia. Beliau mencetuskan
semboyan Ing ngarso sung tulodho (di depan memberi teladan), ing madya mangun
karso (di tengah membangun semangat, kemauan), dan tut wuri handayani (di
belakang memberi dorongan) yang kini menjadi insiprasi besar bagi kalangan guru
dalam dunia pendidikan.
Menurut Ki Hajar Dewantara (KHD) pengajaran
itu tidak lain adalah Pendidikan dengan cara memberi ilmu atau berfaedah buat
hidup anak-anak, baik lahir maupun batin. Praktik pembelajaran yang tidak
sesuai akan mematikan kodrat anak. Bagi KHD pendidikan harus dilakukan dengan
cara-cara yang humanis, memperhatikan kodrat keadaan anak (kodrat alam dan
kodrat Zaman) serta membuat anak merasa Bahagia. Hal terpenting dari
pemikiran KHD adalah bahwa pendidikan harus memerdekakan.
Pendidikan
yang memerdekakan dalam prosesnya meletakan unsur kebebasan anak didik untuk
mengatur dirinya sendiri, bertumbuh dan berkembang menurut kodratnya secara
lahiriah dan batiniah. Pemikiran KHD tersebut sejalan tantangan global abad 21 yang menuntut perubahan
paradigma pembelajaran, salah satunya
adalah pembelajaran yang berpusat pada guru beralih pada siswa (student centered). Upaya yang
dapat dilakukan
dalam perubahan
paradigma pembelajaran antara lain berupa
perbaikan strategi
pembelajaran. Model pembelajaran
yang diharapkan mempermudah siswa dalam mempersiapkan dirinya dalam menghadapi
tantangan global abad 21, terutama kemampuan berpikir kritis dan ketrampilan memecahkan masalah
sehingga tercapai hasil yang lebih maksimal. Penguasaan materi bukan satu-satunya tujuan akhir dari
mata pelajaran IPA. Akan tetapi, mata pelajaran IPA juga membekali siswa dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan
bekerjasama.
Salah satu model
pembelajaran yang dapat digunakan adalah
pembelajaran berbasis masalah. Problem
Based Learning (PBL) adalah suatu
pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi siswa untuk belajar tentang keterampilan pemecahan masalah
(Arends, 2007). Menurut Hung (2008), Problem
Based Learning (PBL) adalah sebuah kurikulum yang merencanakan pembelajaran
untuk mencapai suatu tujuan instuksional.
Hasil
penelitian Syah (2009) menyatakan bahwa penerapan model PBL dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis sebesar 15% dan 18% untuk hasil
belajarnya. Selain itu berdasarkan hasil penelitian Arnyana (2007) menyebutkan
bahwa model PBL dapat (1)
meningkatkan pemahaman konsep; (2) meningkatkan kemampuan memecahkan
masalah; (3) meningkatkan kemampuan menerapkan konsep-konsep; (4) meningkatkan
sikap positif siswa; dan (5) meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Selain itu,
model PBL ini juga bisa menerapkan pembelajaran student centered (Saidah,
N. et al.,
2014).
Dari KHD saya banyak
belajar, terutama tugas kita sebagai pendidik adalah sebagai fasilitator yang
menyajikan masalah atau pertanyaan. Dalam PBL, siswa diorganisasikan untuk
berada pada sekitar pertanyaan-pertanyaan atau masalah-masalah yang berkaitan
dengan kepentingan sosial dan pribadinya. Pembelajaran diarahkan pada situasi
nyata, menghindari jawaban sederhana dengan memperbolehkan adanya keragaman
solusi yang kompetitif beserta argumentasi (N. Shofiyah & F. E. Wulandari,
2018). Penyelidikan otentik PBL
menghendaki peserta didik menggeluti penyelidikan otentik dengan memperoleh
pemecahan nyata terhadap masalah-masalah nyata. Mereka menganalisis informasi,
melaksanakan eksperimen (bila diperlukan) membuat inferensi dan membuat kesimpulan.
Menghasilkan karya nyata dan memamerkan.
PBL menghasilkan produk
dalam bentuk karya nyata dan memamerkannya. Produk ini mewakili sebuah solusi
yang dapat berupa skip sinetron, sebuah laporan, model fisik, rekaman vidio
atau program komputer yang di bahas dan dirancang untuk dikomusikasikan kepada
pihak-pihak terkait. Kolaborasi. Ditandai dengan peserta didik bekerjasama
dengan peserta didik lain dalam sebuah kelompok kecil ataupunn secara berpasangan.
Saling bekerjasama mendatangkan motivasi unrtuk keterlibatan lanjutan dalam
tugastugas komplek dan memperkaya kesempatankesepatan berbagi inkuiri dan
dialog dan untuk perkembangan keterampilan-keterampilan sosial (N. Shofiyah
& F. E. Wulandari, 2018).
Menciptakan
merdeka belajar dalam pembelajaran di kelas melalui penggunaan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang menurut penelitian dapat
meningkatkan kemampuan profil pelajar pancasila bernalar kritis peserta didik
merupakan salah satu pemikiran KHD yang saya refleksikan ke dalam pembelajaran
yang relevan dengan Tujuan Pendidikan dalam mewujudkan Profil Pelajar
Pancasila.
DAFTAR PUSTAKA
Setyorini, U., Sukiswo, S. E., & Subali, B.
(2011). Penerapan model problem based learning untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa SMP. Jurnal pendidikan fisika indonesia, 7(1).
Arends, R. I. (2008). Learning to teach:
Belajar untuk mengajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hung, W., Jonassen, D. H., & Liu, R.
(2008). Problem-based learning. Handbook of research on educational communications and
technology, 3(1), 485-506.
Syah, F. R. (2009). Pembelajaran model problem
based learning untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar
siswa kelas IX SMPN 2 Sumenep. Pembelajaran model problem based learning untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa kelas IX SMPN 2
Sumenep/Faizal Rahman Syah.
Arnyana, I. B.P. 2007. Penerapan Model PBL pada Pelajaran Biologi
untuk Meningkatkan Kompetensi dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMA
Negeri 1 Singaraja. Jurnal Undhiksa, Surabaya.
Saidah, N., Parmin, P., & Dewi, N. R.
(2014). Pengembangan LKS IPA Terpadu Berbasis Problem Based Learning Melalui
Lesson Study Tema Ekosistem dan Pelestarian Lingkungan. Unnes Science Education Journal, 3(2).
Shofiyah, N., & Wulandari, F. E. (2018).
Model problem based learning (PBL) dalam melatih scientific reasoning siswa. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA, 3(1), 33-38.


0 komentar